Minggu, 25 September 2011

Pemulung dan Sampah Rumah Tangga

Bandar Lampung - Tiga kresek berisi gelas dan botol plastik eks minuman kemasan akhirnya berhasil diserah terima- kan kepada pemulung. Barang-barang tersebut sengaja dikumpulkan tersendiri, karena selain “sedikit” ikut peduli terhadap lingkungan, itu bermanfaat pula buat orang lain, terutama pemulung.

Selanjutnya barang-barang tersebut di daur ulang oleh pabrik-pabrik di Pulau Jawa untuk dijadikan aneka produk baru. Setidaknya ini mengurangi penumpukan sampah anorganik yang memang sulit terurai di alam bebas.

Sang pemulung bergerobak kayu itu pun mengucapkan terima kasih. "Wah, terbalik Pak! Saya yang berterima kasih karena barang-barang ini enggak lagi jadi sarang nyamuk di tempat saya," ucap saya. "Iya ini kan enak sudah langsung dipilihin, biasanya harus ngorek-ngorek di tumpukan sampah," tukas pemulung tadi seraya mengucapkan terima kasih sekali lagi.  "Iya sama-sama Pak," kata saya.

Memang, biasanya sampah plastik itu kami buang di tukang sampah yang setiap haro menyambangi areal permukiman kami. Namun, oleh tukang sampah dicampur aduk dengan sampah organik di gerobak kuningnya, meskipun sudah diberitahu kalau keresek tersebut berisi plastik-plastik bekas.

Saya sih berpikir kenapa si bapak tukang sampah ini tak sekalian jadi pemulung juga ya, menyortir sampah yang bisa didaur ulang, kan lumayan buat tambahan pemasukan meskipun tak seberapa nilainya. Toh tiap hari bergulat dengan sampah. Kalau mau lebih praktisnya, ia meminta rumah tangga penghasil sampah untuk memilah sampah organik dan anorganik di kantong yang berbeda.

Ngomong-ngomong soal pemulung, saya jadi teringat para pemulung yang marak membawa gerobak beserta anak dan istri di sepanjang jalan protokol di Kota Tapis ini menjelang Lebaran kemarin. Kala itu miris melihatnya, mereka (ibu dan beberapa anak masih kecil) duduk di trotoar beralas kardus. Sementara si bapak berada sekitar sepuluh meter duduk di samping gerobaknya.

Tak cuma satu, saya juga melihat lebih dari sepuluh keluarga pemulung yang terpencar di sepanjang Jalan Pangeran Diponegoro hingga Jalan Kartini. Kok mereka sekarang tidak terlihat lagi ya, ke manakah gerangan? Apakah mereka pulang kampung dan belum kembali lagi? Atau seperti kata rekan saya bahwa mereka itu hanya pemulung musiman, modus menjelang Lebaran? Ah, entahlah.

Kelak pasti saya akan mencari tahu jawabannya. Ya, bagaimanapun juga mereka tetap berperan ikut menjaga kelestarian lingkungan. [ lampungpost.com ]