Selasa, 12 April 2011

Ketahanan Sosial Komunitas Pemulung Kota Malang

Fenomena pemulung di kota Malang sebagai bagian dari pekerjaan sektor informal merupakan ekses dari adanya lapangan pekerjaan formal yang tidak sebanding dengan para pencari kerja. Kaum urban yang datang membawa harapan akan nasib yang lebih baik di kota harus mencari laternatif pekerjaan lain di sektor informal. Ketiadaan skill dan pendidikan rendah membuat komunitas pemulung berada di posisi marginal.

Jika dilihat secara fungsional, keberadaan pemulung dalam kehidupan kota memang banyak membantu pemerintah dalam mengurangi volume sampah masyaraka. Namun, masih banyak konstruksi negatif dari masyarakat terhadap pemulung. Hal itu disebabkan profesi memulung yang rentan dengan tindak kriminal, seperti mencuri. Kehidupan urban pemulung yang identik dengan pemukiman kumuh dapat merusak wajah kota membuat komunitas pemulung semakin tidak memiliki bargainning.

Banyak tekanan yang dihadapi. Baik itu dari segi sosial, ekonomi maupun politik. Delapan belas tahun mereka masih menempati pemukiman di Bantaran Sungai Brantas. Hal ini cukup membuktikan bahwa mereka memiliki imunitas atau daya tahan dalam menghadapai tekanan agar tetap survive. Studi ini bertujuan untuk mengetahui bentuk ketahanan sosial komunitas pemulung di Bantaran Sungai Brantas RT 7 RW 5 Kelurahan Penanggungan Malang.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan setting di pemukiman pemulung bantaran sungai Brantas RT 7 RW 5 Kelurahan Penanggungan Kec. Klojen, Malang. Sebagai subjek penelitian dipilih 9 orang pemulung. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, interview, dan dokumentasi. Teknik pengolahan data menggunakan analisa deskriptif kualitatif.

Dari hasil studi, terdapat tiga bentuk ketahanan sosial komunitas pemulung, yakni ketahanan secara sosial, ekonomi dan politik. Ketahanan secara sosial dilihat dari hubungan dengan interaksi komunitas dengan lingkungan diluarnya maupun dengan sesamanya. Ketahanan secara ekonomi diidentifikasi melalui cara pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga. Sedangkan ketahanan secara politik diidentifikasi melalui cara yang digunakan komunitas dalam mengahadapi tekanan-tekanan berupa norma yang dibuat oleh masyarakat yang kurang menguntungkan dari sebuah lembaga atau institusi.

Hasil studi juga menunjukkan bahwa komunitas pemulung ini merupakan pemulung klasik, dimana mereka belum bersentuhan dengan teknologi modern seperti saat ini. Meskipun mereka sudah memiliki jaringan, namun aktivitas pemulung ini masih berorientasi subsistensi.

Data yang telah diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan teori Fungsional Struktural dari Talcott Parson untuk menganalisis bentuk ketahanan sosial komunitas pemulung melalui syarat-syarat fungsional sistem, yakni analisis AGIL, dimana bentuk ketahanan ekonomi merupakan manifestasi yang dominan dari fungsi Adaptasi yang terdiri dari Adaptation, Pencapaian kebutuhan ekonomi agar tetap survive sebagai Goal Attainment, Tindakan kolektif dalam hubungan keluar sebagai bentuk Integration dalam melindungi kolompok, dan Latency yang dibentuk komunitas di dalam penanaman nilai ekonomi pada diri anak.

student-research.umm.ac.id