Selasa, 07 Februari 2012

Cerita Sedih Warga Kampung Pemulung

Jakarta -Sendok demi sendok bubur yang disuapi ibunya, ditelan dengan manis oleh Kiki Pujiono (6 bulan), putra bungsu Tuti (34) dan Parno (61), warga "Kampung Pemulung" di Fly Over Jalan Ahmad Yani, Jakarta Timur.

Keluaga itu melewati hari-hari di kolong fly over Jalan Pemuda seperti ratusan warga "Kampung Pemulung" lainnya. Sejak rumah mereka dibongkar Satuan Polisi Pamong Praja Jakarta Timur Senin (06/02), mereka belum mendapatkan tempat tinggal lagi.

Parno mengaku kesulitan mendapatkan kontrakan karena biaya sewa yang tak pas dengan kantongnya. Rata-rata biaya sewa kontrakan per bulan Rp 300 sampai Rp 400 ribu. Sedangkan Parno, hanya sanggup sekitar Rp 200 ribu atau lebih setiap bulannya. "Nggak perlu bagus, yang penting bisa neduhin keluarga saya,"ujar perantau dari Madiun itu.

Selain Kiki, Parno memiliki 5 orang putri lagi yang harus dibiayainya, yaitu Eka Anggaraini (11) kelas 5 SD, Deni Apriyani (9) kelas 2 SD, Desi Lestari (7) yang akan masuk SD, Bunga Pujiani (4)TK dan Nataliani (2).

Banyaknya mulut yang harus diberinya makan, membuatnya harus pintar-pintar memanfaatkan uang. Apalagi sehari ia hanya bisa mendapatkan Rp 25 ribu sampai 30 ribu. "Mau nggak mau harus dicukup-cukupin,"sambungnya sambil menghibur Kiki.

Keinginan untuk pulang balik ke kampung sempat terlintas di benak pria yang sudah sejak tahun 1990 menjadi pemulung itu. Memang, pembongkaran kemarin, membuat sejumlah warga "Kampung Pemulung" ada yang pulang ke kampung halamannya.

Tapi, keinginan Parno itu harus dikubur dulu karena terbentur ongkos pulang yang tidak sedikit. Pun, bukan perkara gampang juga untuk mencoba lagi dari nol peruntungan di kampung. Alhasil, ia terpaksa bertahan dulu di bawah kolong fly over Jalan Pemuda. Setidaknya sampai tiga hari nanti ia masih tinggal disitu."Nggak mungkin lama-lama di sini,"tuturnya.

Di bawah fly over Pemuda Warga Kampung Pemulung beraktifitas seperti biasanya. Ada yang tengah mencuci pakaian, tidur-tiduran, memasak dan mengurus bayi, seperti yang dilakukan Sri Rahayu (30). Putra bungsu Sri, Muhammad Nurul Anam baru berusia 23 hari dan terlihat banyak bintik merah bekas gigitan nyamuk di wajahnya.

Sri mengaku masih mencari-cari kontrakan untuk tempat tinggal yang layak. "Masih nyari.Belum ada yang cocok. Maunya yang murah yang Rp 220 ribu aja,"kata istri Ali Mustofa (45) ini.

Wati (28), warga lainnya sedikit beruntung dari Parno dan Sri. Sore ini ia akan pindah ke kontrakan barunya yang berada tak jauh dari lokasinya sekarang.Biaya sewa per bulan kata dia Rp 225 ribu. " Nanti sore mau pindah ke belakang pom bensin,"ujarnya sambil mencuci pakaian.

Untuk kebutuhan air bersih, istri Zaini (35) itu membeli air dari penjual air gerobak. Dua ember air dibelinya seharga Rp 3000. Sementara, pembongkaran kemarin diakui ibu tiga anak itu memang menyulitkan mereka. Kakak Wati terpaksa pindah ke kampung halaman mereka di Indramayu. [ jurnas.com ]