Rabu, 22 Februari 2012

Pak Ulung. Sang Pemulung Pematangsiantar

Pematangsiantar - Seorang laki-laki tua tertatih menuntun sepeda usang. Di bagian belakang sepeda terikat sebuah kotak berisi bongkahan barang bekas. Wajahnya yang keriput tampak letih, ditambah postur tubuh kecil yang terlihat ringkih. tetap berjalan menuntun sepedanya.

Dia adalah Pak Ulung. tinggal di Jalan Bhinneka Gg. Bersama, Kel. Naga Pita, Kec. Siantar Martoba, Kota Pematangsiantar bersama istrinya, Sarifah. Pasangan tersebut masuk ke dalam kategori keluarga miskin yang hidupnya serba kekurangan dan sangat memprihatinkan.

Laki-laki kelahiran 31 Desember 1943 ini menyambung hidup dengan cara mengais (memulung) barang yang sudah dibuang orang. Rata-rata setiap hari, ia hanya mampu mendapat uang Rp10.000 dari hasil penjualan barang bekas yang diperolehnya. Kondisi fisik yang lemah dan tidak memiliki keahlian khusus merupakan alasan ia menjadi seorang  pemulung.

Pak Ulung juga merupakan tipe laki-laki yang sangat pendiam, tertutup dan kurang bersosialisasi di lingkungannya. Ia dan istrinya mempunyai empat orang anak, yang juga bernasib sama dengan orangtuanya, sehingga mereka tidak mampu membantu sang orangtua.

Bahkan, yang lebih menyedihkan, rumah yang selama ini menjadi satu-satunya tempat bernaung Pak Ulung dan istri tercinta, termasuk rumah yang sangat tidak layak huni dan tidak sehat. Diperparah dengan tiadanya sarana air bersih dan penerangan lampu, lengkaplah penderitaan hidup yang dialami beliau.

Sangat ironis rasanya melihat kehidupan beliau. Indonesia sudah merdeka selama 66 tahun, tetapi Pak Ulung tampaknya masih hidup di dalam sebuah negara miskin dan belum merdeka.

Dengan bahasa yang tidak lancar, ia pernah berkata kepada kami, “Mungkin ini sudah takdir aku untuk hidup seperti ini, sebagai pemulung. Bapakku juga yang salah, kenapa aku dulu dikasih nama ULUNG. Makanya sekarang aku jadi pemulung, Pak.”

Untunglah PNPM Mandiri Perkotaan hadir di Kota Pematangsiantar, sehingga keluarga Pak Ulung yang sebelumnya termarginalkan, kini sudah tersentuh.

Satu tahun yang lalu, tepatnya 5 Januari 2011, rumah Pak Ulung “dibedah” agar menjadi rumah yang layak huni dan sehat melalui program BKM Naga Bonar, yang diberi nama bantuan ALADIN—artinya Atap, Lantai, Dinding. Sebuah Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), yang bernama KSM Bersama, mengusulkan agar Pak Ulung menjadi salah satu penerima manfaat.

Singkat cerita UPS dan BKM menyetujui usulan proposal KSM Bersama dengan jumlah dana  swadaya masyarakat sebesar Rp17.870.000, ditambah bantuan dari BLM APBD sebesar Rp13,5 juta. PNPM Mandiri Perkotaan melalui BKM Naga Bonar, hanya merealisasikan bahan bangunan rumah saja, sedangkan pengerjaannya dilakukan secara swadaya oleh masyarakat setempat, yang dikoordinir oleh KSM bersangkutan.

Sedangkan mengenai sarana air bersih ditanggulangi oleh PDAM Tirtauli, Kota Pematangsiantar, secara gratis. Hal tersebut merupakan hasil lobi BKM Naga Bonar melalui koordinatornya Rajak, dengan Dirut PDAM Tirtauli Badri Kalimantan,SE.

Setelah persiapan matang, masyarakat  sekitar yang dimotori oleh KSM Bersama ingin membongkar rumah Pak Ulung sesuai dengan jadwal yang sudah direncanakan.

Saat itu juga Pak Ulung menangis sambil terbata-bata memohon, “Tolong, Pak, jangan dibangun dulu rumahku. Kasih waktu aku seminggu dulu, Pak..”

Tentu saja hal ini membuat warga dan KSM bingung, sebab beliau tidak mau memberikan alasan mengapa rumahnya tidak mau dibangun, padahal sejak awal Pak Ulung sudah setuju bahwa rumahnya menjadi salah satu rumah yang mendapat bantuan ALADIN. Setelah melakukan rembug, akhirnya warga sepakat menunda pembongkaran, tanpa memaksa Pak Ulung menjelaskan mengapa beliau begitu ketakutan kalau rumahnya akan dibangun.

Selanjutnya, ditunjuklah beberapa orang untuk datang ke rumah Pak Ulung guna meminta penjelasan mengapa beliau tampak ketakutan kalau rumahnya akan dibangun. Malam pun tiba, dan sekitar empat orang warga, ditambah beberapa anggota BKM dan UPS tiba di rumah Pak Ulung.

Setelah melalui perbincangan dan pendekatan, akhirnya Pak Ulung menceritakan alasannya takut kalau rumahnya akan dibangun. “Begini, Pak PNPM, aku punya utang awalnya Rp500.000, tetapi sudah lima bulan tidak kubayar. Kemarin aku sudah ditagih lagi, katanya utangku sudah jadi Rp2 juta, ikut bunganya. Makanya aku bingung dan juga malu sama bapak-bapak. Kalau seandainya dia tahu aku bangun rumah tapi hutangku tidak kubayar, bisa gawat aku, Pak,” ungkapnya sambil meneteskan air mata.

Setelah mendengar apa yang dikatakan Pak Ulung dan mengetahui kepada siapa Pak Ulung meminjam uang, spontan Pak Naseb, salah satu perwakilan BKM yang ikut hadir berkata, “Udah, Pak, Bapak jangan pikirkan utang itu lagi. Besok kami yang bayar utang Bapak. Tapi Bapak janji, jangan lagi ngutang sama rentenir. Kalau perlu apa-apa, Bapak bilang sama aku aja, ya Pak?”

“Iya, Pak. ‘Ma kasih, Pak,” sambut Pak Ulung dan istrinya seraya memeluk Pak Naseb sambil meneteskan air mata. Suasana malam yang hanya diterangi sebuah lampu teplok itu begitu mengharukan, sehingga yang lain tidak dapat membendung air matanya.

Selanjutnya diambil kesepakatan agar besok dikerahkan warga untuk membongkar dan membangun rumah Pak Ulung secara gotong royong. Sedangkan Pak Naseb, malam itu juga bergegas membereskan utang Pak Ulung. Akhirnya, hanya dalam waktu empat hari, sebuah rumah yang layak huni dan sehat milik Pak Ulung, sudah berdiri.

Sejak awal, Pemerintah Kota Pematangsiantar sudah menyambut positif Program PNPM Mandiri Perkotaan ini. Tepat pada 10 Januari 2011, Wakil Walikota (Wawako) Drs. Koni Ismail Siregar memberikan kunci rumah secara simbolis kepada Pak Ulung, beserta tiga orang penerima manfaat lainnya dalam satu rangkaian acara “Penyerahan Simbolis Program ALADIN BKM Naga Bonar Kelurahan Naga Pita”

Dalam acara tersebut hadir pula lurah, camat , SKPD, Dirut PDAM Tirtauli, Anggota DPRD,  Korkot VI, TA Monev OC 1 Sumatera Utara, tokoh masyarakat serta seluruh masyarakat Kelurahan Naga Pita.

Usai menyerahkan kunci, Wawako menghibur empat KK warga penerima Bantuan ALADIN dengan menyumbangkan suara emasnya lewat sebuah lagu yang berjudul “Bulan Sabit“, ciptaam Broery Pesolima (alm).

Kini Pak Ulung dapat tidur nyenyak. Ia tidak lagi sibuk mencari ember untuk menampung tetesan dari atap yang bocor saat hujan tiba, dan tidak lagi kedinginan saat angin malam berhembus menerpa lubang dinding gedek yang sudah banyak menganga.

Jika sebelumnya mandi saja tak tentu kapan, kini Pak Ulung bersama istrinya juga sudah dapat menikmati air bersih di rumahnya sendiri dan sudah bisa mandi teratur.

Perubahan sangat drastis juga terjadi pada sikap, perilaku dan keimanan beliau. Yang selama ini tertutup dan tidak bersosialisasi, kini sudah terbuka dan bisa berbaur dengan masyarakat sekelilingnya. Bahkan, yang awalnya ia jarang menjalankan shalat lima waktu, kini sudah melaksanakan shalat. Kendati Pak Ulung masih tetap sebagai pemulung, beliau sudah menjadi pemulung yang bersih, ramah, rendah hati dan taat beribadah.

Kisah Pak Ulung dapat dijadikan cambuk bagi kita semua, sebab beliau tidak lupa akan nikmat yang telah diberikan Tuhan kepadanya. Di kehidupan yang serba modern ini, banyak dari kita  yang telah diberikan nikmat lebih, tetapi kita lupa untuk bersyukur. Malah sibuk mengejar harta dan jabatan, lebih mementingkan diri sendiri tanpa peduli terhadap sesama yang serba kekurangan. Padahal masih banyak Pak Ulung-Pak Ulung lain yang membutuhkan uluran tangan kita.

Sedikit menurut kita, tapi banyak menurut mereka. Tidak bermanfaat menurut kita, tapi sangat bermanfaat menurut mereka. Hidup ini hanya sementara. Hidup yang kekal adalah setelah kita tiada. Tak ada guna menumpuk harta benda jika lupa dengan sesama dan Yang Maha Kuasa, niscaya semua akan berakhir dengan malapetaka.

Banyak pelajaran berharga yang dapat diambil dari cerita di atas. Walau tampak sederhana, jika dicermati lebih dalam akan sangat luar biasa.

Bagi penulis sendiri, ada dua hal yang dapat ditangkap: pertama, jangan tangkap apa yang mereka lakukan, tapi tangkaplah apa yang mereka rasakan; kedua, orang kaya bisa taat beribadah itu biasa, tapi orang miskin bisa taat beribadah itu luar biasa.

Demikianlah cerita kisah singkat tentang perubahan sikap dan perilaku sosok Pak Ulung, keluarga miskin yang bekerja sebagai pemulung, berkat PNPM Mandiri Perkotaan. Mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Informasi lebih lanjut mengenai kegiatan ini silakan hubungi:

Contact Person :
Richi Arisham (Ketua KSM Bersama), HP. 081362405507
Rajak, SH (Koordinator BKM Naga Bonar), HP. 085261659039

Atau

Korkot VI Pematangsiantar
Jl. Tangki Atas Kelurahan Naga Pita, Kec. Siantar Martoba
Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara

www,p2kp.org